Jumat, Desember 14, 2012

Mengenal lebih dekat Orang Kenekes, Saudara kita dari Banten.




Pernah dengar tentang orang Kenekes? Kalau belum pernahkah mendengar tentang orang Baduy? Ya, Orang Baduy atau Kenekes adalah suatu kelompok masyarakat adat Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Populasi mereka sekitar 5000 hingga 8000 orang, dan mereka merupakan salah satu suku yang menerapkan isolasi dari dunia luar. Mereka tinggal di kaki pegunungan Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Banten. Sekitar 40 km dari pusat kota Rangkas Bitung. Pintu masuk ke kawasan ini salah satunya melalui Ciboleger. Secara umum ciri khas perkampungan disini adalah rumah berupa rumah panggung yang beratap rumbia atau kelapa. Dinding dan lantai rumah terbuat dari bambu, dan dapur berada di dalam rumah (tidak terpisah). Setiap kampung memiliki komplek tempat menyimpan hasil panen (padi) masing-masing. Bangunan ini biasanya terpisah beberapa meter dari perkampungan. Masyarakatnya hidup dari hasil bertani dan berdagang hasil kebun dan souvenir kepada pengunjung.
Pemandangan di sepanjang jalan
Seperti mayoritas masyarakat di daerah Banten lainnya, bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda, namun dengan dialek Sunda–Banten. Walaupun sebenarnya sebagian besar diantara mereka lancar berbahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan orang dunia luar. Seperti seorang teman kami yang rumahnya kami pakai menginap ketika berkunjung ke Baduy Dalam (Desa Cibeo), Sapturi namanya. Dia  sangat lancar berbahasa Indonesia, walaupun tidak pernah sekolah. Menurutnya mereka dilarang sekolah,, karena berlawanan dengan adat-istiadat. Kabarnya dulu pemerintah sempat meminta dan membangunkan sarana sekolah untuk anak-anak Kenekes, tapi mereka tetap menolak dan tak mau bersekolah. Jangan tanya alasan tertulis dari pelarangan tersebut. Adat-istiadat, agama yang mereka anut, cerita nenek moyang dari jaman baheula hanya tersimpan dan berupa lisan saja.

Tak jauh dari gerbang masuk baduy via Ciboleger
Masyarakat Kanekes secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu tangtu, panamping, dan dangka (Permana, 2001). Kelompok tangtu adalah kelompok yang dikenal sebagai Kanekes Dalam (Baduy Dalam). Meraka sangat ketat mengikuti adat istiadatnya. Mereka tinggal di Cibeo, Cikertawana dan Cikeusik. Cibeo adalah yang terdekat dari Cibeoleger dan malam itu kami menginap disana. Ciri khas warga sini adalah memakai pakaian berwarna putih atau hitam dan selalu memakai ikat kepala putih. Menurut adat mereka secara turun temurun mereka dilarang menjamu ataupun bertemu dengan orang asing (non WNI dan WNI keturunan Tionghoa).

Teman Baduy kami (ki-ka) Sapturi, Nemong, Jakri
Sebagian peraturan yang dianut oleh suku Kanekes Dalam menurut penuturan Sapturi (warga Cibeo), antara lain :
  • Tidak diperkenankan menggunakan kendaraan untuk sarana transportasi kemanapun.
  • Tidak diperkenankan menggunakan alas kaki.
  • Pintu rumah harus menghadap ke utara/selatan.
  • Larangan menggunakan alat elektronik dan bunyi-bunyian yang tidak alami (alarm, hp, tv, dll)
  • Menggunakan kain berwarna hitam/putih sebagai pakaian yang ditenun dan dijahit sendiri serta tidak diperbolehkan menggunakan pakaian modern.
Menurut penuturan Sapturi, dia pernah berkunjung ke Jakarta dengan tujuan silaturahmi beberapa kali. Terakhir, seminggu sebelum bertemu kami, dia berada di Jakarta selama 2 minggu lamanya. Berkeliling mencari alamat orang yang pernah menginap di rumahnya sebelumnya. Sapturi dan dua temannya kesana berjalan kaki dari Cibeo dan tanpa alas kaki. Selama itu juga dia bisa berjualan souvenir yang dibawanya.  Biasanya mereka menjual gantungan kunci, sarung pulpen, sarung hp, tas samping dan kain tenun dengan harga mulai dari Rp 5ribu, sedangkan madu hutan dijual dengan kisaran Rp. 50ribu/ botol. Dan dia masih dengan baik menyimpan foto yang diberikan teman yang dikunjunginya ketika di Jakarta. Jakarta adalah tempat terjauh yang pernah dia jangkau dengan berjalan kaki. Dahsyat...

Beberapa tanjakan yang kami lalui
Kelompok panamping adalah kelompok yang dikenal sebagai Kanekes Luar (Baduy Luar). Mereka tinggal di perkampungan yang mengililingi baduy dalam, diantaranya Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya. Ciri khas mereka adalah mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam, terkadang tak memakai ikat kepala sama sekali. Mereka (Kenekes Luar) telah memutuskan keluar dari adat istiadat, dikeluarkan secara adat dan keluar dari wilayah Kenekes Dalam. Mereka dikeluarkan karena melanggar adat istiadat dan karena menikah dengan warga Kenekes Luar. 

Penduduk baduy luar (internet)
Dibandingkan dengan Kenekes Dalam, Kenekes Luar ciri-ciri masyarakatnya adalah :

  • Mengenal teknologi, peralatan modern sehari-hari. Biasanya yang menjadi penghubung untuk kita menuju Kenekes Dalam adalah warga sini. Yang bisa dihubungi dengan telpon.
  • Menggunakan pakaian adat dengan warna hitam atau biru tua, kadang menggunakan pakaian modern seperti kaos oblong dan celana jeans.
Biasanya kalau kita menemukan ada orang Baduy yang naik kereta api, mobil itu adalah warga Baduy Luar. Yang secara adat istiadat sudah tidak terikat dengan ketentuan tidak boleh menggunakan alat transportasi. Orang Baduy Luar bahkan sudah sampai ke Cirebon. Kang Emen penghubung kami bahkan menjemput kami di stasiun Rangkas dengan menumpangi elf, dan tak memakai ikat kepala sama sekali, karena memang sudah dikeluarkan dari adat Baduy Dalam, walaupun dia dan orang Baduy Dalam masih saling mengenali satu sama lain.

Apabila Kanekes Dalam dan Kanekes Luar tinggal di wilayah Kanekes, maka "Kanekes Dangka" tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2 kampung yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam). Kampung Dangka tersebut berfungsi sebagai semacam buffer zone atas pengaruh dari luar (Permana, 2001). Dan kami tidak ingat apakah kami melewati tempat ini atau tidak sewaktu berkunjung ke Baduy Dalam itu. Mungkin karena kecapean dan terlalu menikmati alam, jadi kami lupa menanyakan sebagian nama kampung yang kami lewati. Inilah efek karena berangkat/bepergian tak membawa buku saku untuk mencatat, karena ingatan manusia mempunyai keterbatasan untuk mengingat.

Padi huma yang biasa ditanam di pegunungan Kendeng
Seorang ibu sedang menyulam kain baduy
Sebagian besar masyarakat Kenekes hidup dengan bertani padi ladang/padi huma. Sepanjang perjalanan kesini kita akan menemui dua tanaman utama, yaitu padi yang membentang diperbukitan dan durian. Kebetulan ketika kami berkunjung lagi musim durian. Harga yang mereka patok terbilang murah, hanya Rp. 15ribu/2 buah durian atau kalau bisa menawar 5 buah dhargai Rp 50ribu. Banyak juga pedagang dari luar ke tempat ini, biasanya menggunakan sistem barter dan juga sudah menggunakan uang resmi. Mereka juga membeli kebutuhan hidup yang tidak diproduksi sendiri di pasar seperti pasar Kroya, Cibengkung, dan Ciboleger (pintu masuk kami).

Kampung Gajeboh, kampung terakhir bagi yg hanya ingin sampai Baduy Luar
Sebuah peringatan di perbatasan kampung Gajeboh
Sudah banyak orang luar yang mengunjungi wilayah ini. Umumnya mahasiswa, tapi banyak juga pengunjung dewasa lainnya. Biasanya pengunjung bisa menginap semalam di Baduy Dalam (biasanya Cibeo) atau di Baduy Luar (biasanya Gazeboh). Karena Baduy Dalam tidak menerima orang asing non WNI, orang Indonesia keturunan Tionghoa, maka biasanya mereka menginap dan menghabiskan waktu di Baduy Luar. Mereka menerima para pengunjung dengan baik. Tinggal di rumah mereka dan dijamu dengan masakan hasil masak mereka (bahan biasanya dibawa pengunjung), tapi harus menuruti adat-istiadat yang berlaku di tempat ini. Yang paling terkenal adalah tidak boleh berfoto di wilayah Kanekes Dalam, tidak menggunakan sabun atau odol di sungai yang airnya sangat jernih. Biasanya pengunjung akan meninggalkan tanda terima kasih kepada warga tempat mereka menginap berupa uang ataupun memberikan makanan. Apapun yang diberikan mereka terima. 

Seorang bapak dan anaknya yang masih belia berjalan  dengan semangat
Seorang Bapak di batas boleh dipergunakannya kamera
Kami sepanjang perjalanan hanya bisa takjub akan keindahan dan keramahan serta pelajaran hidup dari warga Baduy. Trek yang dilalui sebagian besar adalah menanjak. Jalan dari tanah dan kadang berbatu, memerlukan fisik yang kuat untuk dilalui. Jalan akan semakin terasa berat ketika ditambah dengan hujan yang turun. Selain licin, karena kita berjalan di atas dan punggung perbukitan, kilat dan petir akan terasa sangat dekat dengan kepala. Dijalan kami berpapasan dengan anak berusia kira-kira 10 tahunan, tapi kuat mengangkut balok kayu yang lumayan besar. Ada juga anak seusia hampir sama, menggendong beberapa buah durian dengan langkah tegap. Tak ada rasa keluh kesah, tak ada rasa menyesal terlihat di wajah mereka. Bahkan porter yang biasa dimintai tolong untung membawa tas atau peralatan pengunjung, sebagian besar adalah anak berusia belasan tahun. Dengan langkah tegap, walaupun tanpa alas kaki mereka membantu pengunjung.

Mereka bergelut dengan waktu
Menurut mereka hidup harus diisi dengan hal yang bermanfaat, dan rasa ikhlas mengarungi kehidupan. Dan kenikmatan itu mencapai puncaknya ketika mampu menjadi orang yang bermanfaat bagi sesama... 

Narsis di jembatan sebelum meninggalkan baduy
Jambatan penghubung antar kampung
Perkampungan dan komplek lumbung padi

Selasa, Desember 11, 2012

Melawan diri sendiri...

Pintu Gerbang Masuk Baduy
Tamu harap lapor (foto : Fani)

Langkah mulai gontai, keringat bercucuran tak henti, angin semakin menusuk kulit dan hutan sekitar mulai gelap. Disini, di perbatasan Baduy Luar dan Baduy Dalam kami berhenti sejenak. Di depan terbentang tanjakan yang maha dahsyat, tanjakan yang ujungnya tak pernah kelihatan dari tempat kami berdiri. Tanjakan cinta begitu teman baduy kami menyebutnya. Setelah menghela nafas panjang, kami ayunkan kaki yang mulai terasa berat. Baduy Dalam masih jauh, dan waktu istirahatpun akan semakin lama bisa kami nikmati. Ya, sabtu itu, 1 Desember, kami serombongan mencoba peruntungan dan ingin menghabiskan akhir pekan di salah satu suku asli Indonesia di Lebak, Banten.
Tanjakan pertama kami
Suasana yang mulai terasa berat tak menghalangi langkah kami. Apapun yang terjadi, kami harus tetap berjalan menyusuri jalan yang mulai licin karena hujan. Tak ada mengeluh, tak ada patah semangat. Dan awalnya tanjakan tak berujung ini yang harus kami taklukkan. Tak ada langkah mundur ataupun berbalik arah dalam pikiran kami. Inilah saatnya kami mengalahkan diri sendiri, keluar dari zona aman dan menunjukkan bahwa kami bisa. Bisa sejak dari pikiran. Benar saja, dengan perlahan-lahan kami naiki tanjakan itu. Beberapa kali kami terhenti, saling menyamangati, saling bergurau sambil menghela nafas untuk isi tenaga. Hujan yang turun seakan menambah semangat kami untuk terus berusaha. Dan benar saja, kami bisa mencapai ujung tanjakan tersebut dalam waktu hampir satu jam. Padahal menurut perkiraan saya, tanjakan hampir 80 derajat ini paling hanya sepanjang 600 m. Ya, kenyataan berkata lain, faktor usia tak bisa bohong. :))
Tanjakan lainnya
Perjalanan didalam gelap dan hujan kami lanjutkan ke kampung Cibeo, Baduy Dalam. Kami dikawal beberapa sahabat dari kampung tersebut. Santa dan Sapturi, dua pemuda yang membantu kami menyusuri jalanan banyak mendaki dan sedikit menurun itu. Mereka adalah putra-putra Cibeo yang dengan sukarela membantu kami, padahal kami tidak ikut rombongan mereka. Mereka baru saja mengantarkan rombongan yang menginap di rumah mereka semalam sebelumnya. Tak pilih-pilih mereka membantu. Dengan bahasa Indonesia yang lumayan lancar, mereka dengan telaten menuntun kami. Banyak hal yang sempat kami tanyakan pada mereka, baik soal adat baduy ataupun hal lain yang berkaitan dengan dunia luar.
Tanjakan cinta (foto : Fani)
Tapi ada sedikit hal yang menggelitik. Sapturi yang ku perkirakan berusia sekitar 12 tahun itu tahu kata-kata anak sekarang. Ya dia mengenal galau. Bahasa anak jaman sekarang yang suka kita sebut alay ternyata sudah sampai kepada meteka. Sempat terpikir dari mana mereka mengetahui hal ini. Dari penuturan Sapturi dia mengetahui kata-kata itu dari temannya. Bahkan temannya juga mempunyai FaceBook. Hmmm, mereka mulai meeasakan akulturasi budaya asing. Sudah banyak fakta yang menyebabkan suatu suku bangsa menjadi seperti bukan dirinya ketika budaya asing sudah merasuki hampir semua aspek kehidupannya. Terbayang suatu saat nanti, mereka ketika diminta membantu kita, mereka menjawab "ciyus? miapah?".  Apa yang terjadi...
Perkampungan yang indah
Jembatan bambu
Sambil terus mengobrol, tak terasa kami sudah di gerbang desa Cibeo. Jembatan dari bambu yang merupakan penghubung desa ini dengan kehidupan luar terlihat samar-samar setelah disorot senter yang kami bawa. Inilah yang kami dapat, setelah mengalahkan diri sendiri. Kampung yang terhampar didepan kami. Kampung yang hanya diterangi lampu senter kami terlihat eksotik. Kami beristirahat sejenak di beranda sebuah rumah. Bersih-bersih adalah kegiatan kami selanjutnya. Lumpur dan tanah serta kerikil yang kami bawa selama perjalanan ini kami bersihkan. Selesai bersih-bersih kami menuju kediaman Sapturi. Malam ini kami menginap disitu. Tak banyak kegiatan yang kami lakukan malam ini, selain karena memang sudah lelah, suasana di tempat itu memang cocok untuk tidur nyenyak. Tak ada lampu penerangan, ruangan hanya diterangi cahaya lilin. Teringat jaman SD dulu, saya belajar cuman dengan bantuan lampu badai. Tak jarang rambut terbakar, atau kening dan hidung hitam karena terlalu dekat dengan lampu tersebut. Masa-masa yang takkan terulang dan penuh pengalaman dulu.
Mejeng sejenak di jembatan bambu pertama yang kami lalui

Hari ini kami sudah bisa mengalahkan diri sendiri, mengalahkan ego, mengalahkan keinginan untuk lebih mementingkan diri sendiri. Inilah hikmah sebenarnya tafakkur alam. Selain mendekatkan diri dengan yang Maha Kuasa, juga menjadi pribadi yang bermanfaat bagi orang lain, bagi lingkungan juga. Banten, Baduy Dalam, Sapturi telah mangajarkan arti lain kehidupan pada kami. Pelajaran yang takkan ternilai harganya sampai kapanpun...
Mereka mengajarkan arti lain kehidupan pada kami

Kamis, Desember 06, 2012

Gunung Yang Nyaman Di Daki Pendaki Wanita



Kegiatan mendaki gunung, walaupun terbilang ekstrim, bukan berarti hanya cocok bagi kaum pria. Karena banyak juga wanita yang punya hobby dan senang melakukan kegiatan di alam bebas. Keindahan alam bebas di pegunungan memang selalu menarik untuk dinikmati wanita. Terkadang yang jadi kendala adalah  beberapa gunung jalur pendakiannya panjang, penuh rintangan dan hambatan yang terkadang hanya sanggup dilalui oleh pendaki laki-laki Bagi wanita, unsur keamanan dan kenyamanan saat mendaki selalu menjadi pertimbangan. Berikut beberapa gunung yang aman dan mudah didaki wanita :

1. Gunung Ungaran, Jawa Tengah (2050 mdpl).
Gunung ini tergolong yang sangat gampang di daki oleh wanita. Disamping jalur pendakian yang tidak terlalu menanjak, di kaki gunung ini juga banyak terdapat objek wisata. Ada Candi Gedongsongo, air terjun seperti Curug Semirang dan Curug Lawe yang bisa didatangi di sana. Gunung ini memiliki tiga puncak: Gendol, Botak, dan Ungaran. Puncak tertinggi adalah Ungaran. Dari puncak gunung ini, jika memandang ke utara akan terlihat Laut Jawa sedangkan jika membalikkan badan, akan terlihat jajaran (dari kiri ke kanan) Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo dan Kendalisodo dengan Rawa Peningnya, Gunung Sumbing, Gunung Sindoro, dan Gunung Perahu.


2. Gunung Papandayan, Jawa Barat (2665 mdpl).
Gunung ini berada di kabupaten yang lagi heboh kasus nikah 4 hari bupatinya, Garut, Jawa Barat. Selain jalurnya yang landai, pemandangan yang kita dapatkan disini juga sangat cantik. Pada Gunung Papandayan, terdapat beberapa kawah yang terkenal. Di antaranya Kawah Mas, Kawah Baru, Kawah Nangklak, dan Kawah Manuk. Kawah-kawah tersebut mengeluarkan uap dari sisi dalamnya. Yang sangat khas dari Gunung ini adalah padang bunga abadi, bunga edelweis yang cukup luas di dekat puncaknya. 


3. Gunung Ijen, Jawa Timur (2443 mdpl).
Yang terkenal dari gunung ini adalah kawah Ijen. Hampir semua orang kenal Kawah dari gunung yang terdapat di Banyuwangi ini. Lintasan awal sejauh 1,5 km cukup berat karena menanjak. Sebagian besar jalur dengan kemiringan 25-35 derajad. Selain menanjak struktur tanahnya juga berpasir sehingga menambah semakin berat langkah kaki karena harus menahan berat badan agar tidak merosot ke belakang. Setelah beritirahat di Pos Bunder (pos yang unik karena memiliki bentuk lingkaran) jalur selanjutnya relatif agak landai. Selain itu wisatawan/pendaki di suguhi pemandangan deretan pegunungan yang sangat indah. Untuk turun menuju ke kawah harus melintasi medan berbatu-batu sejauh 250 meter dengan kondisi yang terjal. Banyak pendaki dalam dan luar negeri yang kesini sekedar ingin menikmati keindahannya.


4. Gunung Sibayak, Sumatera Utara (2212 mdpl).
Kota Brastagi yang dijuluki "Puncaknya Sumatera" memiliki gunung yang aman juga didaki wanita, yaitu Gunung Sibayak. Orang Batak Karo menyebut gunung Sibayak dengan sebutuan "gunung Raja".Jalur pendakian yang tidak sulit dan pemandangan yang eksotis adalah keunggulan gunung ini. 


5. Gunung Kelimutu, NTT (1639 mdpl).
Gunung Kelimutu adalah gunung berapi yang terletak di Pulau Flores, Provinsi NTT, Indonesia. Lokasi gunung ini tepatnya di Desa Pemo, Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende. Gunung ini memiliki tiga buah danau kawah di puncaknya. Danau ini dikenal dengan nama Danau Tiga Warna karena memiliki tiga warna yang berbeda, yaitu merah, biru, dan putih. Walaupun begitu, warna-warna tersebut selalu berubah-ubah seiring dengan perjalanan waktu. Selain itu jalur pendakian yang mudah, bersih saat menuju puncak.


Itu beberapa gunung yang tergolong mudah didaki oleh wanita. Jadi kalau ada istri, sahabat atau teman wanita anda yang ingin naik gunung. Gunung-gunung ini bisa jadi alternatif pilihan. Dijamin setelahnya mereka akan minta lagi ke gunung-gunung yang lain, bahkan mungkin yang lebih ekstrim.

Persiapan Mendaki Gunung


Mendaki gunung adalah olahraga yang tergolong berat dan cukup ekstrim. Beban dan medan yang berat, dan resiko yang bisa datang kapan saja dan setiap saat. Bagi sebagian kita yang tidak menyukai kegiatan di alam, mendaki gunung adalah kegiatan yang sama sekali tak berguna. Selain akan mengalami kedinginan dan kelelahan yang sangat berat, resiko yang bakal dihadapi juga cukup besar. Sudah banyak cerita yang kita dengar adanya para pendaki gunung yang cidera parah bahkan tewas karena berbagai hal ketika mendaki gunung misalnya jatuh ke dalam jurang, mati kedinginan, ataupun tersesat. Namun bagi para petualang gunung ataupun para penikmat keindahan alam bebas, aktivitas ini sangat menyenangkan dan selalu di tunggu-tunggu. Bisa melihat hijaunya pepohonan, berjalan menyusuri  hutan rimba, berjalan melewati jurang yang terjal, menyeberangi sungai dan mendaki perbukitan dengan ditemani pemandangan alam yang sangat luar biasa.

Ada beberapa hal yang harus kita siapkan sebelum melakukan pendakian. Persiapan yang matang, akan mendatangkan hasil yang memuaskan: Jadi perencanaan harus benar-benar dipersiapkan dengan sebaik-baiknya, karena gagal dalam perencanaan berarti merencanakan gagal. Diantaranya adalah :

1. Persiapan fisik dengan olahraga.
Fisik yang kuat dibutuhkan dalam pendakian. Karena medan yang kita hadapi tak selamanya datar dan menurun. Alangkah baiknya bila kita berolahraga rutin sebelumnya. Yang paling gampang adalah dengan jogging minimal 30 menit dalam sehari. Ini untuk menjaga kebugaran tubuh kita. Biasakan tubuh untuk terus fit dan membiasakan menghadapi medan berat. Olahraga ini disesuaikan dengan kemampuan tubuh kita, jangan memaksakan.

2. Persiapan mental.
Dalam pendakian mental adalah hal yang sangat berpengaruh, karena jika mental baik, maka fisik pun akan mengikuti menjadi baik juga, tetapi bila tidak maka akan sebaliknya. Setiap pribadi padti memahami keadaan mental dirinya sendiri. Kesiapan mental pribadi juga akan sangat berpengaruh pada kondisi tim. Mental tidak siap, mungkin sebaiknya jangan memaksakan diri.

3. Mengecek keadaan tempat yang di tuju.
Ini salah satu bagian terpenting dari perencanaan perjalanan. Kita harus mencari informasi sebanyak mungkin tentang lokasi gunung, kondisi jalan yang akan dilewati, lamanya perjalanan, hingga penyediaan logistik yang akan dibawa yang dikaitkan dengan bujet yang harus disiapkan.

4. Mempersiapkan administrasi.
Jangan lupa kita harus mempersiapkan seluruh prosedur yang dibutuhkan untuk perijinan memasuki kawasan yang akan dituju. Jangan lupa membawa kartu identitas. Di beberapa taman nasional, tanpa kartu identitas kita tak bisa masuk ke kawasan tersebut.

5. Mengecek kesiapan Ketrampilan dan Pengetahuan.
Setidaknya kita punya pengetahuan untuk dapat hidup di alam bebas. Kemampuan minimal yang perlu bagi pendaki adalah pengetahuan tentang navigasi darat, pengetahuan survival serta cara pencegahan keadaan bahaya praktis (ilmu medik dasar).


6. Kenali teman perjalanan.
Kegiatan yang bersenang-senang seperti mendaki gunung bisa dilakukan dengan siapa saja. Terlebih lagi di negara ini, banyak organisasi dan komunitas bisa menjadi wadah untuk menyalurkan hobi yang satu ini. Kenalilah terlebih dahulu teman pendakian Anda. Satu nilai lebih bila ia atau mereka pernah lebih dulu mendaki gunung tersebut. Dengan begitu, Anda tak perlu khawatir tentang perjalanan mendaki gunung tersebut. Terbayangkan ketika kita berangkat dengan yang belum pernah naik gunung semua? Apa yang terjadi.

7. Mempersiapkan peralatan.
Berikut perlengkapan atau bekal wajib yang harus dibawa saat pendakian :

  • Carrier. Yang di gunakan untuk menampung seluruh perbekalan dan peralatan pendakian.
  • Matras. Fungsinya sebagai alas pada saat beristirahat. Bisa juga digunakan sebagai pelapis dalam, agar carrier terlihat lebih rapi dan nyaman digunakan.
  • Ponco/Jas hujan. Ini untuk antisipasi jika turun hujan saat pendakian. Sebab seringkali cuaca di gunung kurang bersahabat dan susah ditebak.
  • Kompor Portable+gas atau parafin dan nesting. Ini erat kaitanya dengan pemenuhan kebutuhan makanan selama mendaki. Karena dihutan kita gampang kelaparan. :D
  • Tenda. Ini digunakan untuk istirahat dalam waktu yang cukup lama agar bisa melindungi para pendaki saat terjadi hujan atau angin kencang. Biasanya dibawa pertim pendaki.
  • Sleeping Bag/kantung tidur. Alat ini berfungsi untuk menyelimuti pendaki saat tidur di gunung agar terhindar dari dinginnya cuaca pegunungan. Dan untuk kasus tertentu, bisa jadi pertolongan pertama ketika ada yang hipotermi.
  • Head lamp/senter/lampu badai. Kegiatan mendaki di malam hari bisa berjalan dengan lancar kalau kita punya alat penerangan yang dalam keadaan baik.
  • Kupluk, sarung tangan, kaos kaki tebal, dan sepatu khusus gunung. Tidak disarankan memakai sendal, apalagi sendal jepit. Dalam keadaan tertentu sendal gunung bisa digunakan juga.
  • Jaket. Tak perlu yang tebal, cukup yang bisa menahan dingin saja.
  • Pakaian ganti. ini untuk perjalanan pulang ataupun kalau pakaian yang kita pakai basah karena kehujanan. Sangat tidak disarankan memakai pakaian berbahan dasar jeans.
  • Alat-alat P3K, obat-obatan pribadi.
  • Alat mandi atau bersih-bersih, alat sholat. Di hutan kita akan menemukan rasa yang berbeda ketika beribadah atau shalat.
  • Beras, Makanan instan/kalengan, minuman mineral secukupnya. Tak perlu memindahkan semua makanan rumah kedalam tas, karena belum tentu akan kemakan dan hanya memberat-beratkan bawaan. Ketersediaan makanan yang cukup akan mampu memberikan energi yang cukup pula saat mendaki.
  • Golok tebas, pisau lipat, dan teropong.
  • Alat dokumentasi. Ini untuk mengabadikan setiap kejadian dan akan menambah keasyikan tersendiri ketika pulang dengan koleksi bertambah. Karena poto/video itu lebih berharga dari oleh-oleh apapun.


Kantong tidur
Kompor portable dan gas
Nesting
Sepatu traking
Golok tebas
Head Lamp dan senter
Tenda
 Itulah hal yang perlu disiapkan sebelum menikmati indahnya ciptaanNYA saat mendaki gunung. Semoga dengan persiapan yang matang, kita bisa mencegah setiap kemungkinan terburuk yang akan dihadapi yang dapat merusak kenyamanan dan ketentraman selama mendaki gunung...

Salam petualang...

Selasa, Desember 04, 2012

PERSIB dan BARCELONA

PERSIB junior dan senior musim 2010/2011

Tergelitik ingin menulis lagi, setelah membaca artikel di kompas.com. Ya, tadi malam Barcelona mencatatkan sejarah. Dimenit ke-14 pertandingan melawan Levante, Barcelona mengganti Dani Alves yang cidera dengan Martin Montoya. Dan sejak saat itulah Barca bermain dengan 11 orang yang semuanya adalah pemain binaan Barca sendiri. Hebta, salut dengan pencapaian ini. Disaat tim lain hanya berburu pemain mahal di seantero dunia, Barca masih mempercayakan timnya ke pemain muda binaan akademinya sendiri. 
Berita lengkapnya disini :
http://bola.kompas.com/read/2012/11/26/04285447/Montoya.Masuk.Barcelona.Cetak.Sejarah

Hmmm, kalau membandingkan dengan didalam negeri. Sungguh sebuah perbedaan yang sangat mencolok. PERSIB Bandung contohnya. Tim yang punya sejarah sangat panjang dan penuh cerita di Liga Indonesia ini, sudah melupakan tradisinya di awal tahun 1990-an. PERSIB juara liga Indonesia I dengan kekuatan 100% pemain lokal, mengalahkan tim penuh bintang Petrokimia Putra yang diperkuat bintang asing mereka Jacksen F Tiago. Sejak era semi profesional masuk ke Indonesia. PERSIB pun mulai ikut-ikutan memakai jasa pemain asing dan sedikit demi sedikit melupakan pemain binaan atau pemain junior PERSIB sendiri. Bahkan mirisnya tahun ini hanya tersisa Cecep, Rizky Bagja, Jajang, Agung, Atep dan Sigit yang merupakan pemain binaan PERSIB sendiri. Dan hanya sebagian kecil yang jadi pemain inti. Ini akibat dari “modern football” yang mengharapkan prestasi instant dari manajemen.

BOBOTOH BERDUKA
Langkah yang berbeda justru dilakukan tim tetangga baru (tapi lama) PERSIB, Pelita Bandung Raya (PBR). PBR justru mengumpulkan beberapa pemain binaan PERSIB yang dipadukan dengan mantan pemain PERSIB dan beberapa pemain binaan Pelita. Mantan pemain junior PERSIB disini ada Jejen Zaenal, Munadi, Edi Hafid, Jajang Maulana, Rendi Saputra dan Eka Ramdani. Daftar ini akan bertambah kalau PBR jadi merekrut Rudi Geovani (adiknya Johan Juansyah), mantan pemain junior PERSIB. Mantan pemain Persib yang akan membela PBR ada Tema Mursadat, Edi Kurnia, Nova Arianto. Daftar akan semakin lengkap, kalau pembicaraan kontrak dengan Miljan Radovic berlangsung dengan lancar. Sangat kental berbau PERSIB bukan? Nah, ini bisa jadi salah satu langkah PBR menarik dukungan masa dan pendukung di Bandung.

Banyak sebenarnya pemain binaan PERSIB yang bertebaran di Liga Indonesia. Salah satu diantaranya adalah kiper tim merah asal ibukota, Arditany. Ardi adalah mantan kiper PERSIB junior. Di tim ini juga masih ada Johan Juansyah. Pemuda asal Cikajang ini juga merupakan pemain binaan maung bandung. Selain itu ada Deni Kusnandar, Gelandang energik asal klub Arema Cronous. Pemuda asal Jatinangor ini pindah ke Pelita bersamaan dengan hijrahnya Arditany ke Persija. Kesempatan bermain di tim senior PERSIB yang kurang menjadi pertimbangan mereka. Dan terakhir Wildiansyah dan Budiawan pun menyusul keluar dari PERSIB karena masalah jam terbang dan bergabung ke Persisam, untuk bergabung dengan kompatriotnya mantan pemain PERSIB lainnya Diaz Angga Putra. Masih banyak mantan pemain PERSIB junior yang memilih keluar dan mencoba peruntungan di tim lain.


Dihubungkan dengan artikel tentang Barcelona di atas, patut disayangkan ketika sekarang PERSIB malah diisi pemain dari luar. Bukan produk pembinaan sendiri. Padahal kalau mereka adalah pemain binaan sendiri, dijamin mereka akan bermain lebih “make manah” di banding pemain yang didatangkan dengan bayaran selangit dan status pemain bintang dan tidak memiliki “darah biru” dalam diri mereka. Suatu saat nanti kami merindukan PERSIB yang seperti Barcelona, yang kalaupun tidak 11 starter nya dari pemain binaan sendiri, tapi setidaknya mendominasi. 

Suatu saat kami bermimpi starter PERSIB adalah :
Arditany (GK) - Diaz Angga (RB), Agung Pribadi (CB), Yan Harjito (CB), Jajang Sukmara (LB) - Budiawan (AMR), Deni Kusnandar (DM), Eka Ramdani (AM), Atep (AML) - Johan Juansyah (FW) - Yandi Sofyan (FW).

Entah kapan itu akan terwujud, melihat kebiasaan manajemen PERSIB akhir-akhir ini. Setelah tahun lalu PERSIB berbau Arema, tahun ini berbau Sriwijaya. Hadeuhhhh… Mungkinkah manajemen perlu disadarkan kalau PBR bisa lebih bagus dan mampu mengalahkan PERSIB. Waktu 18 tahun tanpa gelar juara dan banyaknya pemain muda binaan PERSIB yang akhirnya berhasil dan bermain bagus di tim barunya, karena kurangnya kesempatan membela pangeran biru, akan menyadarkan manajemen, bahwa jangan pernah sia-siakan pemain binaan sendiri. Mungkin mereka hanya butuh waktu untuk membuktikan diri, jadi beri mereka kesempatan untuk itu. Pada akhirnya PERSIB tak hanya akan menjadi pembina pemain doang, tapi juga bisa meraih prestasi dengan pemain binaannya sendiri, seperti Barcelona. Tidak ada prestasi yang instan BUNG!!!
AGAINS MODERN FOOTBALL!!

Manajemen PERSIB yang akan memilih, mau ikut seperti Barcelona atau tidak…

Salam.

Senin, Desember 03, 2012

Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai


Pesan dari suporter Indonesia (sumber : bolanet)
Pagi itu saya terusik oleh nyanyian beberapa orang anak berusia 6 tahun yang sedang berjalan menuju sekolahnya. Nyanyian yang mereka dendangkan, nyanyian yang sudah tak asing lagi bagi saya, dan juga pencinta sepakbola Indonesia. Iya, nyanyi sebagian besar suporter tanah air dalam mendukung timnya. Dengan lantangnya, anak-anak kecil yang seumuran dengan adek saya itu bernyanyi “Bonek Viking sama saja, asal jangan The Jack, The Jack itu an****… La la la…” Ini bukan bermaksud memperuncing perseteruan antara dua kelompok suporter di Indonesia. Tapi kenyataan sudah seperti ini adanya.

Wah, terbelalak mata mendengarnya. Anak sekecil itu sudah mulai menebar benih kebencian dan menghiasi harinya dengan kata-kata kasar dipagi hari. Sebenarnya itu bukan pertama kali saya mendengar nyanyian seperti itu (diluar stadion), sudah sangat sering saya mendengar lagu-lagu penebar kebencian seperti itu, tapi dinyakikan anak seusia itu baru kali ini. Dan anehnya tak ada satu orangpun disitu yang menegur anak-anak tersebut.

Inilah kenyataan yang harus kita hadapi. Anak-anak, adek-adek dan keponakan-keponakan kita sudah sedemikiannya tercemar dengan hal berbau rasis tersebut. Tak banyak kita yang menyadari bahwa prilaku kita di stadion ketika menonton pertandingan live (terutama yang disiarkan televisi keseluruh tanah air) sudah menjadi hal yang tak tabu lagi bagi para calon pemimpin bangsa. Sudah terlalu sering kita diperdengarkan lagu-lagu yang tidak nyambung dengan pertandingan yang berlangsung. Bukan malah menambah semangat timnya dengan lagu penggugah semangat, sebagian suporter dan kelompok suporter di negeri ini malah sibuk mengurusi suporter lain. Sesuatu yang terasa mencederai arti fair play itu sendiri. Padahal semua pertandingan sepakbola di negeri ini pasti sebelum pertandingan diawali dengan bendera fair play yang dibawa masuk ball boy. 

Dan terakhir kita semua sudah mendengar berita dari Bukit Jalil. Bahwa ada bentrok antara suporter Timnas Indonesia dan pendukung malaysia yang menamakan dirinya ultras malaya. Salah satunya karena nyanyian rasis suporter Malaysia yang sangat tidak kreatif. Ya, nyanyian mereka meniru nyanyian suporter-suporter tanah air, cuman liriknya saja yang dirubah. “…. Indon a***** dibunuh saja…” teriak mereka yang semuanya berkostum kuning. Sekali lagi ini bukan untuk memanas-manasi. tapi kenyataannya preseden negatif yang suporter Indonesia lakukan hampir di setiap pertandingan sepakbola Indonesia telah sampai ke Malaysia yang notabene jagoannya main di salah satu klub di tanah air. DI GBK, ketika Malaysia bermain kita juga pernah sama-sama melakukan provokasi seperti itu. Tapi tidak ada kata-kata kebun binatang seperti yang ultrasmalaya lakukan di Bukit Jalil.

Bentrokan Suporter Timnas Indonesia dengan Ultras Malaya
Siapa menabur angin, dia akan menuai badai ungkap sebuah pribahasa. Ya, tindakan kita lewat nyanyian di stadion sudah mulai mendatangkan badai bagi sebagian kita. Anak-anak kecil, permusuhan yang makin meruncing antar kelompok suporter (bahkan tak jarang nyawa melayang sia-sia), dan suporter negara tetangga yang sangat tidak kreatif yang akhirnya meniru. Sekarang pertandingan sepakbola di stadion sudah tidak aman untuk anak-anak. Kata-kata rasis bertebaran dimana-mana, dan akhirnya mereka hanya akan ikut-ikutan membenci tanpa tau pokok permasalahan sebenarnya. Pertandingan yang disiarkan televisi juga harus diawasi orang tua. Kadang nyanyian seperti kata-kata kebun binatang tanpa saringan, bisa di dengarkan dan bahkan dihafalkan anak kecil.

Sadarlah kawan-kawan kelompok suporter di tanah air. STOP VIOLENCE IN FOOTBALL. Salah satunya adalah lewat nyanyian suporter. Jangan biarkan badai besar menghancurkan bangsa ini, karena ulah dan tindakan kita. Memang sepakbola begitu adanya, harus penuh dengan intrik dan trik baik di lapangan maupun di tribun, tapi prilaku bijak juga diperlukan disini. Mari kita dukung tim dengan hal positif, salah satunya nyanyian dan penggugah semangat, jangan nyanyi yang gak nyambung. Lawan tim A, tapi nyanyian buat tim dan suporter B. Dewasalah suporter Indonesia, demi keutuhan bangsa ini, kawan…

Dukungan positif yang dibutuhkan timmu kawan...
Salam…