Selasa, November 20, 2012

Kabayan, Sindoro dan Jalur Brimob...


Pesona Puncak Sindoro dengan latar belakang Puncak Sumbing
Musim liburan anak sekolah telah datang. Seperti biasanya untuk mengisi waktu liburan sekolah, kami yang menamakan diri "kabayan grup" selalu mengisi dengan berpetualang bersama. Bagi yang sudah berkeluarga dan punya anak, biasanya akan membawa serta anaknya. Dan kali ini, Juli 2012 kami memutuskan untuk menikmati keindahan panorama salah satu gunung tertinggi di propinsi Jawa Tengah, Gunung Sindoro (3150 Mdpl). Karena sebagian besar anggota tim berkediaman di Cilegon, kecuali saya yang terdampar di Ibukota, kami akhirnya memutuskan untuk berkumpul di Cilegon dan memulai perjalanan dari sini. Dari Cilegon kami melanjutkan perjalanan menuju Parakan, Temanggung dengan menggunakan bus. Tepat setelah shalat jum'at bus yang kami tumpangi ber-14 berangkat menuju Temanggung. Setelah melewati perjalanan yang cukup melelahkan selama 11 jam, kami pun sampai di Parakan jam 2 pagi waktu setempat.


Indahnya Puncak Sumbing dilihat dari jalur pendakian Gunung Sindoro
Di Parakan kami sempat shalat isya dulu (bagi yang belum sempat shalat ketika di jalan), shalat malam dan memastikan kelengkapan peralatan. Lama kami berbincang, bersenda gurau di warung pinggir jalan di Parakan ini. Ketika suara Azan Shubuh terdengar, kamipun segera bersiap shalat Shubuh dan setelahnya petualangan ini akan segera dimulai. Sebelum sempat shalat, ternyata bus yang akan mengantar kami ke pintu masuk Gunung Sindoro yaitu pos Kledung datang. Kami memutuskan langsung menaiki bus dan akan melaksanakan shalat nanti di sekitar pos masuk Kledung. Kurang 1 jam kami diperjalanan dari Parakan menuju Kledung. Sesampai di Kledung kami langsung shalat Subuh berjemaah. Setelah shalat kami langsung merapat ke pos pendakian Kledung. Disini kami menikmati kopi, membeli sedikit sarapan dan makan siang selama di perjalanan nanti. 

Poto team sebelum naik dari pos Kledung, Temanggung, JaTeng.
Berdiri dari kiri kekanan : Awenk. Nanda, Kang Arif, Pak Yudi, Igo, Kang Wawan, Husna, Kang Anas, Aisyah, Pak Ridwan
Duduk dari kiri kekanan : Kang Jaka, Erwin, Kang Yayat, Putra Cikandang.
Tepat jam 7 pagi, kamipun berangkat dari pos Kledung menuju SIndoro. Jalan yang kami lalui adalah jalan yang biasa dilewati petani setempat. Jalanan berbatu yang disusun rapi dan sebagian di beton untuk jalan motor dan mobil untuk mengambil hasil pertanian. Pemandangan yang kami temukan sangat luar biasa. Diantara riangnya suara burung bernyanyi dan angin sepoy-sepoy yang mengayun dedaunan, kami disuguhi hijau dan suburnya tanaman Tembakau warga, dan didepan kami terbentang sebuah anugerah luar biasa dari sang pencipta, Gunung SIndoro. Dibelakang kami terhampar panorama lain yaitu Gunung Sumbing. Tak sabar rasanya kami untuk segera sampai dipuncak, untuk dapat segera mentafakuri nikmatNYA. Sedikit perkenalan di tim kami, ada 3 anggota belia, putra-putri dari salah satu anggota tim ini. Igo, kelas 3 SD putra Bapak Yudi menjadi anggota termuda. Ada juga Husna (kelas 4 SD) dan Aisyah (kelas 1 SMP) putri tercinta ketua grup kami Bapak Ridwan.

Jalan yang kami lalui menuju Puncak Sindoro dengan latar belakang Puncak Sindoro
Diperjalanan sambil menikmati keindahan alam, seperti biasa kami bercerita dan bersenda gurau. Dan hari itu rute pendakian Sindoro kami buat berirama Sunda (hehe...). Lawakan-lawakan kas Kang Wawan, Kang Yayat, Awenk dan semua personel membuat perjalan kami yang mulai mendaki diantara rimbunnya pohon pinus menjadi tak terasa. Sekali-sekali saya membencandai Igo, Husna dan Aisyah. Mereka menimpali dengan semangat. Tapi ada sedikit keanehan, jalan yang kami pilih semakin lama semakin mengecil dan terlihat seperti jalur penduduk mencari kayu. Benar saja, kami salah memilih jalan rupanya. Tapi kami tak panik, daripada kembali kebawah dan mencari jalur, kami memutuskan terus menapaki jalan yang ada ke atas. Untuk menambah tenaga kami putuskan untuk makan siang didalam hutan belantara SIndoro tersebut. Jam telah menunjukkan jam 11 saat itu. Memang perjalanan kami sedikit aneh, karena setelah melewati pos 1 kami langsung mengikuti petunjuk dari tali rapiah di jalan naik. Akibatkanya kami melewati jalur lama pendakian.

Igo, 8 tahun yang sepanjang perjalanan bersama saya dengan latar belakang jalanan yang kami tempuh sebelum pos 1.
Ternyata usut punya usut, tali rapiah itu adalah buatan anggota brimob polda Jateng yang malam sebelumnya nrabas ke Puncak SIndoro. Memang disepanjang jalan kami menemukan banyak tanaman baru saja ditebas dan tanda jalan melalui tali rapiah. Dan kamipun bertemu dengan anggota Brimob tersebut diperjalan. Mereka memang mengakui jalan ini mereka yang buat dan menyarankan kami untuk lebih cepat berjalan, dan harus mengusahakan keluar dari hutan tersebut sebelum malam tiba, agar lebih aman. Dan mereka mengatakan jalur mereka ini agak sedikit ekstrim. Ketika melihat Igo, Husna dan Aisyah anggota Brimob ini malah merasa salut karena melewati jalur ini. Melihat semangat Igo dkk, kamipun jadi semangat. Tak ada ketakutan dimuka mereka. Tak ada rasa menyesal dimata mereka ikut dengan kami. Benar saja, rute yang kami hadapi bukan rute sembarangan.
Dua Saudara Kang Arif dan Erwin diantara hamparan alang-alang di jalur Brimob. 
Tanjakan yang cukup tinggi akan kami hadapi, untungnya tidak berbatu dan hanya ditumbuhi gulma berkayu dan alang-alang yang cukup tinggi. Jalan yang di buat Brimob ini juga memudahkan kami karena tanaman berduri sudah mereka singkirkan. Semakin lama kaki semakin berat. Dan akhirnya korban pertama jatuh. Nanda, anggota termuda dari orang dewasa kram kedua kakinya. Dengan dibantu pijatan Mas Wawan dan Kakak Iparnya Kang Jaka yang menuntunnya berjalan dan dorongan semangat dari kami, perlahan Jaka mulai menaiki jalan tersebut. Kami putuskan membagi tim menjadi dua. Tim pertama yang berisi Saya, Pak Ridwan, Kang Wawan, Kang Yayat, Kang Arif, Erwin, Igo, Husna dan Aisyah berjalanan duluan memastikan jalur kita benar dan akan mencari jalan menuju (kemungkinan pos 3). Dan tim kedua berisi Awenk, Kang Anas, Pak Yudi, Kang Jaka dan Nanda. Mereka akan mengawal Nanda yang cidera. 
Istirahat sejenak sambil ngopi sebelum mengarungi perjalanan yang menantang.

Setelah melewati jalan yang cukup menyenangkan menurut kami, jam 5 kami akhirnya menemukan jalur yang benar. Jalur pendakian terkini menuju puncak Gunung Sindoro. Jalan berbatu dan agak dalam karena juga merupakan jalur air dari puncak. Ketika malam tiba kami sudah dipinggang Sindoro, dan kami melewati pos 2, 3. Kedua pos itu kami langkahi dengan melalui jalan Brimob. Hehe. Kami berkumpul semua di sebuah gundukan yang sepertinya tempat yang bagus buat bermalam. Semua tim berkumpul, saling memberi semangat satu sama lain, karena telah terlepar dari jalur yang sangat berat. Dan setelah berbincang sejenak, dan melihat medan di tempat kami berkumpul yang hanya cukup untuk 3 tenda, akhirnya kami kembali membagi tim menjadi 2. Tim pertama melanjutkan perjalanan menuju puncak dimalam ini, dan tim kedua akan menginap di tempat ini dan besok shubuh akan naik menuju puncak Sindoro.

Dan, yang melanjutkan ke puncak adalah saya, Mas Anas serta Pak Ridwan dan kedua putrinya. Tim yang lain termasuk Nanda yang terlihat sangat kelelahan dan Igo yang tiba-tiba muntah-muntah karena kecapean dan masuk angin tetap disitu. Jam 7 malam, kami melanjutkan menuju ke Puncak. Jalan yang semakin menanjak, udara yang semakin dingin menusuk tulang tak menghalangi kami. Pemandangan dari perjalanan semakin menakjubkan. Terlihat puncak Sumbing yang tertutup awan sebagian, bintang yang serasa sangat dekat dengan kepala dan lampu-lampu pemukiman sekitar dua gunung ini. Sungguh anugerah terindah dari Yang Maha Kuasa. Setelah berjalan selama 4 jam, Alhamdulillah kami mencapai puncak. Rasa syukur tak henti kami ucapkan. Setelah memilih lokasi untuk menginap, kamipun mendirikan tenda. Udara semakin dingin terasa. Setelah menghangatkan badan sejenak, kami melaksanakan shalat Isya dan Magrib di sunyinya Puncak SIndoro. Setelah shalat kami pun tidur.
Gunung Merapi, Merbabu, Sumbing terlihat dari Sindoro.

Foto keluarga Kabayan Grup.

Tak afdhol rasanya tanpa poto-poto dipuncak.
Fajar menyingsing dari timur ditandai dengan suara azan Shubuh yang bersahut-sahutan. Bersama itu kamipun terbangun, mengambil air wudhu dan shalat shubuh. Dan bersiap menikmati keindahan di pagi hari dari ketinggian 3105 mdpl. Saya memutuskan mengabadikan pemandangan ini. Tak lama Kang Jaka, Kang Arif, Erwin sampai juga dipuncak SIndoro. Kami sempat mengopi bersama dan berpoto-poto disini, sambil membuat sarapan. Kami sarapan bersama, dan bersama-sama merapikan tenda dan packing serta siap-siap turun. Pemandangan semakin luar biasa karena bunga edelweis ternyata banyak tumbuh disekitar kami. Kami tak mau mengambil bunga yang dilindungi ini. Biarlah dia tumbuh dan bersemi ditempatnya saja. Jangan kotori tangan kita dengan mengambil bunga yang dilindungi ini.
Kawah di Puncak Sindoro
Kami turun menyusuri jalanan berbatu. Sejam setelah itu kami pun mencapai tempat teman-teman kami menginap semalam. Dan bersama-sama kami melanjutkan perjalanan turun melewati jalur yang benar. Jam 2 sore kami sudah sampai di pos Kledungan. Tak ada tampak muka lelah, cape dari anggota tim termasuk 3 anggota muda kami. Semua larut dalam rasa bahagia dan syukur. Kami sempatkan mandi dan bersiap-siap menuju Parakan kembali setelah sebelumnya berpamitan dengan Pak Haji yang di posko pendakian. Setelah menumpang bus kembali ke Parakan dan mencari sedikit buah tangan, jam 5 bus yang akan kami tumpangi ke Cilegon datang. Kamipun segera naik dan melanjutkan perjalanan pulang. Jam 7 malam bus berangkat, sempat patah per di Subang, menikmati macet di tol Cipularang, akhirnya saya sampai dikostan jam 11 siang, sedangkan teman-teman sampai Cilegon jam 3 sore.
Bersiap=siap turun kembali ke Kledung.
Perjalan yang melelahkan, tapi menyenangkan. Perjalanan yang akan selalu kami ingat. Perjalan dalam rangka mentafakuri rahmatNYA. Semoga suatu saat kami bisa kembali ketempat ini. Aamiin...

Tidak ada komentar: